Hallo
sobat jalan-jalan ngomongin dunia si kecil emang nggak ada habisnya yah,
apalagi buat abang yang lagi belajar menjadi orang tua nih rasanya banyak
banget yang harus dipelajari. Nyatanya, jadi orang tua itu nggak semudah yang
kita bayangkan yah. Ada banyak hal yang ternyata harus kita persiapkan dan
pelajari dengan baik. Bukan begitu para orang tua? Hehe
Baca Juga: Keren! Akhirnya Bekasi Punya Museum Digital
Salah
satunya adalah tentang masa emas atau golden period yang perlu
diperhatikan karena pada masa ini anak tengah mengalami pertumbuhan otak yang
sangat pesat. Kita sebagai orang tua harus mempersiapkan penunjang pertumbuhan
anak, seperti asupan nutrisi dan pendidikan awal. Sebagaimana diketahui, asupan
nutrisi anak berkaitan erat dengan penerapan pola makan dan hidup bersih dan
sehat sejak dini. Hal ini tentunya untuk mencegah berbagai tantangan kesehatan
bagi anak di masa depan.
Nah pas banget nih, kemarin abang dapat kesempatan untuk ikutan Webinar Literasi Gizi & Gernas Baku Anak Usia Dini, Wujudkan Jakarta Sehat, Cerdas, Bahagia dengan para narasumber yang sangat kompeten dibidangnya. Ulasan acaranya abang tulis di artikel ini yah~
Sobat
jalan-jalan, masa tumbuh kembang anak di golden period bukan
hanya menjadi tanggungjawab orang tua saja, nyatanya ada peranan guru dalam
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD merupakan lingkungan terdekat anak untuk
mengerti dan membiasakan menerapkan pola hidup sehat, termasuk konumsi makanan
bergizi dan perilaku hidup bersih dan sehat. Oleh karena itu, pemahaman guru
mengenai asupan nutrisi yang baik untuk anak perlu terus ditingkatkan, salah
satunya adalah melalui literasi gizi.
Baca Juga: Njlajah mBantul Milang Kori: Keliling Bantul Seharian
FYI
nih sobat jalan-jalan, menurut laporan UNESCO, The Social and Economic Impact
of Illiteracy mengatakan, tingkat literasi rendah mengakibatkan kehilangan
atau penurunan produktivitas dan tingginya beban biaya kesehatan dalam suatu
negara. Sayangnya, Indonesia saat ini masih tercatat sebagai negara dengan
literasi gizi masyarakat yang rendah. Hal ini sekaligus pertanda agenda
prioritas Nasional pemerintah untuk melakukan penurunan kasus stunting akan
sulit terealisasi, apabila masalah rendahnya literasi gizi (nutrition
illiterate) masyarakat tidak ditempatkan sebagai prioritas. Oleh karena
itu, diperlukan peran serta seluruh lapisan masyarakat dalam meningkatkan
literasi di Indonesia.
Jadi,
baik orang tua selama di rumah maupun guru dalam Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) memiliki peranan yang penting dalam memberikan edukasi kepada anak agar
anak dapat melewati masa golden periode dengan baik dan sehat.
Kental
Manis Bukan Susu!
Salah
satu bentuk rendahnya literasi di Indonesia adalah dengan menganggap kental
manis adalah susu dan dapat dikonsumsi oleh balita. Nyatanya, kental manis
bukan susu dan tidak dapat dikonsumsi oleh balita. Harusnya kental manis
digunakan sebagai bahan tambahan dalam makanan (topping).
Jika
kita jeli melihat informasi pada kemasan kental manis, terlihat bahwa 1 sachet
kental manis hanya mengandung 1 gram protein dan 20 gram gula. Sedangkan yang
kita tahu bahwa protein merupakan zat yang sangat dibutuhkan anak dalam jumlah
yang banyak setiap harinya, sebaliknya, gula adalah zat yang seharusnya tidak
dikonsumsi dalam jumlah yang banyak oleh anak-anak. Maka, kental manis sangat
tidak dianjurkan dikonsumsi oleh anak-anak.
Seperti yang kita tahu bersama ya sobat jalan-jalan, untuk anak usia 0-6 bulan, berikan ASI ekslusif, karena zat gizi yang dibutuhakn anak usia 0-6 bulan pertama tersebut, ada pada ASI. Setelah enam bulan, makanan pendamping ASI (MPASI) menjadi hal yang penting. Selain itu, organisasi kesehatan dunia (WHO) juga menganjurkan anak dapat diberikan susu tambahan karena mengandung banyak zat gizi dan mikronutrient yang diperlukan dalam tumbuh kembang anak seperti fosfor dan kalsium. Namun, yang perlu diingat adalah tidak semua susu baik untuk dikonsumsi anak.
Salah
satu jenis produk susu yang sebaiknya tidak diberikan kepada anak terutama bayi
dan balita adalah susu kental manis. Kental manis sebetulnya bukan susu,
dilihat dari tabel kandungan gizi, kental manis memiliki kandungan karbohidrat
paling tinggi yaitu 55% per 100 gram, sehingga tidak dianjurkan untuk balita.
28,96% Responden Mengatakan
Kental Manis Adalah Susu
Hasil
penelitian yang dilakukan oleh YAICI, PP Muslimat NU dan PP Aisyiyah terkait
Presepsi Masyarakat Tentang Kental Manis pada 2020 yang dilakukan di DKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, NTT, dan Maluku dengan total responden 2.068
ibu yang memiliki anak usia 0-59 bulan atau 5 tahun.
Dari
penelitian ditemukan 28,96% dari total responden mengatakan kental manis adalah
susu pertumbuhan, dan sebanyak 16,97% ibu memberikan kental manis untuk anak
setiap hari. Dari hasil penelitian juga ditemukan sumber kesalahan persepsi,
dimana sebanyak 48% ibu mengakui mengetahui kental manis sebagai
minuman untuk anak adalah dari media, baik TV, majalah/ koran dan
juga sosial media dan 16,5% mengatakan informasi tersebut didapat dari tenaga
kesehatan.
Udah Baca yang Ini? Yuhu! Ini Cara Mudah Menuju Bandara YIA Kulon Progo
Temuan
menarik lainnya adalah, kategori usia yang paling banyak mengkonsumsi kental
manis adalah usia 3 – 4 tahun sebanyak 26,1%, menyusul anak usia 2 – 3 tahun
sebanyak 23,9%. Sementara konsumsi kental manis oleh anak usia 1 – 2 tahun
sebanyak 9,5%, usia 4-5 tahun sebanyak 15,8% dan 6,9% anak usia 5 tahun
mengkonsumsi kental manis sebagai minuman sehari-hari.
Dilihat
dari kecukupan gizi, 13,4% anak yang mengkonsumsi kental manis mengalami gizi
buruk, 26,7% berada pada kategori gizi kurang dan 35,2% adalah anak dengan gizi
lebih. “Dari masih tingginya persentase ibu yang belum mengetahui penggunaan
kental manis, terlihat bahwa memang informasi dan sosialisasi tentang produk
kental manis ini belum merata, bahkan di ibukota sekalipun,” imbuh Arif Hidayat
selaku Ketua Harian Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI).
Tambahnya, persoalan kental manis tidak hanya sebatas mencukupi gizi anak, namun juga potensi kerugian yang dialami negara akibat stunting bisa mencapai 2 persen sampai 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya. “Ini angka yang besar sekali. Kita lihat PDB 2019 sebesar Rp 15.833,9 triliun, maka kerugian stunting bisa mencapai Rp 474,9 triliun. Jumlah itu mencakup biaya mengatasi stunting dan hilangnya potensi pendapatan akibat rendahnya produktivitas anak yang tumbuh dengan kondisi stunting,” jelas Arif.
Nah sobat jalan-jalan sudah jelaskan, pentingnya literasi gizi untuk orang tua dan guru untuk perkembangan si kecil. Salah satunya dengan membiasakan membaca informasi yang tertera pada kemasan sebelum diberikan kepada si kecil. Selain itu, Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI) yang menaungi ribuan guru PAUD di seluruh Indonesia merupakan satu organisasi yang potensial untuk ambil bagian dalam peningkatan budaya literasi demi menciptakan masa depan generasi emas 2045 yang gemilang. Mari sama-sama kita melek literasi gizi untuk generasi gemilang!!!
3 Comments
Iya nih Pul kadang suka kelewatan baca label. tapi skrg mari kita biasakan, apalagi makanan dan minuman kemasan gitu. Selain bahan pengawet, kita kudu merhatiin kandungan gula dan nutrisi lainnya. Makasih Pul informasinya :)
ReplyDeleteMasalah terbesar di masyarakat itu pemahaman mereka masih tercekoki iklan masa lalu ya. Sulit diganti meski sekarang beda jaman dan beda teknologi. Tapi meski begitu kita tidak lelah dong mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa kental manis itu BUKAN SUSU
ReplyDeleteMencetak generasi emas itu penting banget ya, Pul. Biar ada generasi penerus yang qualified. Soalnya nanti mereka yg akan menggantikan pemimpin2 negeri ini
ReplyDelete